Kamis, 23 April 2009

We Need More

We Need More

Yang Datang Tanpa Rasa Sayang - Episode 3
Ada Hal yang Harus Dipahami - Episode 2


Terkadang semua hal harus menggunakan logika yang lebih. Termasuk dalam hal mencintai. Walau perasaan lebih mendominasi keadaan, pastilah logika juga yang harus ikut ambil bagian.

Kita butuh waktu yang lebih untuk bermeditasi. Menjelajahi alam luar dari keegoisan kita. Mencari kesungguhan apa yang harusnya kita miliki sebelum menyatukan diri dan mencoba mengulangi sesuatu mulai dari garis awal. Kadang lelah, tetapi harus dijalani dan menjadi lakon - lakon lain.

"Butuh waktu..."

"Pasti. Aku yakin kamu bisa."

"Tapi..."

"Ah, sudahlah... Kan kamu sudah memutuskan bahwa ini yang seharusnya. Hari ini akan menjadi masa lalu dan aku, aku tak akan mengusik masa lalumu itu. Biarlah dia mengiris hatimu namun kamu akan mendapatkan sesuatu yang lebih baik daripada yang bisa kudapatkan."

"Aku ingin bertemu. Sekali saja dan terakhir kali."

Aku bertemu dengannya di sebuah bar di tengah kota. Bar ini juga yang mempertemukan kita pertama kali. Dan kita bertemu untuk terakhir kalinya.

"You need more than me." *

"But, you..." **

"Please, forgive me! I made one mistake with you. I came to you and made you sad. It's a trouble of me." ***

Kenapa lagi dan lagi kau usik masa-masa itu? Bukankah kau sudah berjanji?

"Kita tuntaskan masalah ini sekarang."

"Ya, setelah itu aku akan pergi. Dan kamu tak akan pernah mendapati aku lagi."

"Sebenarnya, aku ingin bertemu denganmu kali ini untuk yang terakhir. Tolong, peluk aku sekali saja. Itu akan mengobati rasa yang lebih sakit daripada kamu membuatku seperti ini."

"Aku benar-benar bersalah. Aku lancang masuk ke dalam sisi hidupmu dan merusak kebahagiaanmu bertahun-tahun."

"Itu bukan kesalahan."

"Jadi?"

"Memang harus demikian terjadi. Kamu tak perlu minta maaf. Seharusnya aku yang meminta maaf, kalau perlu sampai harus mati demimu aku rela."

Aku sudah bersandar dalam dadanya. Harum tubuhnya tetap sama. Dia tetap memberikan rasa hangat yang tidak dikurangi sedikitpun walau aku melukainya. Aku semakin merasa bersalah. Penebusan yang layak adalah aku rela mati demi kamu. Begitu banyak rasa, aku memilihkanmu rasa duka dan benci.

Lantas, dengan rasa benci itu, semua selesai? Tidak.

Kita bermain dalam babak yang tanpa kita sadari adalah jurang yang akan membunuh kita sendiri. Kita salah dalam menentukan arah hingga tersesat sampai terlalu jauh. Kita tidak melihat terang walau matahari memberikan sinar berkali-kali tanpa henti pada siang. Kita terlalu angkuh bahwa semua dapat selesai dengan sendirinya.

"Jangan lepaskan aku..."

Aku menangis di dalam peluknya. Dia semakin merapatkan pelukan itu. Matanya terpejam dan enggan menatapku sedikitpun. Di ujung matanya, bulir air mulai mengalir. Aku semakin tak kuasa menahan semua emosi yang kupendam begitu lamanya. Ingin kubunuh cinta ini. Palsu! Aku memberikan sesuatu yang palsu padamu.

Tangannya perlahan merenggang. Jatuh ke atas kedua pahanya. Kepalanya tertunduk. Air mata tak lagi kulihat dari ujung matanya.

"Mas..."

Dia tak lagi bergerak dan membuka matanya.

"Mas..."

Aku memanggilnya lebih kencang. Suaraku mengundang perhatian orang banyak. Mereka berkerumun di depan mejaku. Aku masih menepuk pipinya dan berusaha membangunkannya.

"Mbak, dia sudah..."

***

Aku masih ada di hadapannya. Dia benar, setelah pertemuan itu, aku tak dapat melihatnya lagi. Sekalipun dia pulang ke rumah. Dia tak akan pernah pulang lagi. Aku tak tahu dengan semua yang dia sembunyikan dariku. Semua yang aku enggankan dariku sudah kutumpahkan kepadanya.

Dia sudah tak lagi menjadi nyata.

Dan dia bukanlah abadi, melainkan fana.

"We need more. More love, more patient, and more immolation." ****

Kata itu masih kusimpan dalam memoriku. Dan kata itu pula yang akan memberikan padaku pengajaran yang lebih daripada sesuatu di dunia ini.



A.A. - dalam sebuah inisial
23 April 2009 | 10.35



*) Kamu butuh sesuatu yang lebih daripada saya.
**) Tetapi, kamu...
***) Tolong, maafkan saya! Saya membuat kesalahan padamu. Saya masuk dan membuatmu sedih. Itu adalah menjadi kesulitan untuk saya."
****) Kita butuh sesuatu yang lebih. Cinta yang lebih, kesabaran yang lebih, dan pengorbanan yang lebih."

Tidak ada komentar: