Selasa, 28 Juli 2009

Ulang Tahun, Bertambah atau Berkurang Usia?

Apa arti ulang tahun bagi seseorang? Saat-saat membahagiakan pastinya, bukan? Ketika seseorang mengucapkan "selamat ulang tahun", berlonjaklah hati gembira. Datanglah kiriman kado, ucapan, dan jutaan kebahagiaan dari berbagai penjuru mata angin. Lalu apa yang akan dilakukan? Membuka kado, membalas ucapan-ucapan, atau makan-makan sekadar berbagi kebahagiaan di usia yang baru?

28 Juli 2009, seorang kawan berulang tahun. Kalau ditanya siapakah dia, sudah beberapa kali namanya kutampilkan di dalam tulisan-tulisanku yang tanpa sengaja terpatri di blogku ini. Ya, seorang kawan dan seorang saudara angkat jauh yang diangkat tanpa sengaja oleh sebuah pertemuan yang juga tanpa sengaja. Berlianevie Harjan.

Ada tiga atau sempat postingan yang kutulis dariku, olehku, dan untukku (dan untuknya). Dan kini, hari ini, halaman ini seratus persen kupersembahkan untuknya sebagai rasa persaudaraan dan rasa persahabatan kita yang tak akan pernah kubuat pudar sama sekali. Ketika rentang waktu yang kita miliki begitu jauh dan jarak yang memisahkan kita begitu terbentang luas, mungkin tulisan ini kukirimkan kepadamu sebagai ucapan terima kasih dan terpatri kata selamat untukmu.

Selamat? Selamat apa?

Selamat ulang tahun, untukmu... Untukmu kawan!

Sesungguhnya, aku tak tahu bagaimana ulang tahunmu hari ini. Apa kau masih mengingatnya atau lupa karena terlalu sibuk? Jangan seperti aku, diingatkan kawan sendiri ketika berulang tahun karena selalu lupa tanggal! Maka jangan heran kalau ada yang mengatakan: "Av, selamat ulang tahun!" Kadang aku hanya tercengang dan membalas ucapannya dengan dua kata: terima kasih. Ketika kulihat kalender di telepon genggamku, barulah kusadar bahwa hari ini memang hariku mengulang usia baru.

Kalau ditanya apakah bahagia dengan usia baru? Dengan jujur, kukatakan tidak. Aku merasa semakin tua dan tua. Rasanya kalau mau berjiwa seperti anak-anak, tak akan mungkin. Sadar diri. Padahal wahana yang paling nikmat untuk bermain dan menikmati hidup adalah ketika kita masih muda dan anak-anak. Maka berbahagialah mereka yang masih muda, nikmati masa anak-anak kalian.

Ketika seseorang telah memasuki babak pendewasaan, semakin lenyap masa-masa bermain. Mereka harus bisa mendewasakan dirinya bagaimanapun keadaannya. Sayangnya, tak sedikit orang yang tua namun tak dewasa. Mengutip perkataan kawanku Bung Galih: "tua itu pasti, dewasa itu pilihan." Dan aku mengamininya. Memang benar, tak banyak orang yang dapat berpikir dewasa.

Maka, kalau aku bertanya, patutkah berbahagia kala ulang tahun? Ketika usia bertambah menjadi tua, raut wajah akan semakin keriput, dan kita kehilangan jiwa kemenangan kita. Ketika pijakan usia di dunia semakin singkat, merunut dimakan waktu perlahan. Pada akhirnya kita akan tertuju pada satu jalan dan semua orang pasti sama-sama akan menjalaninya. Hanyalah berbeda waktu, tempat, dan caranya saja.

Ah, kawan, kalau kau baca postinganku ini, janganlah kau rasa hari ini kau tak patut bersuka cita karena umurmu bertambah atau terpelangah di depan cermin sambil memandangi wajahmu. Keriput atau tidak. Hahaha... Sebaliknya, rekoleksi diri dan persiapkan diri untuk tingkat kedewasaan lebih mendatang.

Nah, sahabat, apa alasanku membagikan tulisan ini? Itulah ungkapan perasaanku ketika aku yang mengalami ulang tahun. Aku selalu menolak untuk menjadi tua dan tua. Malah sebaliknya, aku masih ingin berpetualang dengan jiwa mudaku ini. Selalu dan selamanya. Mengutip kata Chairil Anwar dalam puisinya Aku: "Aku ingin hidup seribu tahun lagi..." Kau kan tahu sendiri jiwaku macam apa. Apa yang ingin kuraih dalam hidup dan di mana kelak aku menginginkan nyawaku melayang. Kurasa semuanya nyaris kau ketahui.

Harusnya aku menuliskannya ini kemarin, tepat di hari ulang tahunmu... Sayang, aku tak sempat untuk menuliskannya. Bukannya aku lupa, seminggu sebelumnya sudah kucatat di kalender mejaku bahwa hari ini memanglah hari yang dikhususkan untukmu.Kesibukan memenjarakanku untuk sesempat mungkin menuliskannya untukmu.

Ini kado untukmu, kawan... Sebelum kado sesungguhnya datang ke rumahmu.

Selamat ulang tahun! Dirgahayu untukmu, Nevie!











Sahabat dan saudaramu selalu,




A. A. - dalam sebuah inisial
Jakarta, 29 Juli 2009 | 20.16


PS: Itu foto kita pas kapan ya? Kalau tak salah pas kita masih di PKM sekitar tiga tahun lalu.

Sabtu, 25 Juli 2009

Tuhanpun Pandai Berhumor

Saya tak mengerti ternyata Tuhan yang memiliki jarak begitu jauh dengan saya ternyata memiliki rasa humor yang tinggi. Bahkan, saya saja bingung darimana Tuhan mendapatkan ilmu-ilmu humoris yang surga tak pernah merintisnya. Pada zaman Isa lahir, humor pun rasanya belum dikenal jauh.

Tuhan memang sungguh kreatif. Dari dua ilmu yang Tuhan miliki yaitu kelahiran dan kematian, Tuhan bisa menciptakan berbagai macam pola humoristik. Naumun Tuhan lebih cenderung kreatif pada pola kematian.

Kadang kematian bagai film misteri, tetapi juga bisa menjadi film komedi.

Bisa saja ketika seseorang baru pulang atau hendak melayat karibnya yang meninggal, dia juga meninggal.

Atau ketika seseorang sedang disidang dalam pengadilan, tiba-tiba jatuh dari kursi dan meninggal.

Ketika seseorang yang bernafsu untuk menulis, tiba-tiba meninggal karena terlalu lama memikirkan tulisannya.

Ketika seseorang sedang menggoes sepedanya, tiba-tiba jatuh dan meninggal.

Ketika seseorang setelah makan sepuasnya di sebuah restauran, tiba-tiba sesak nafas dan meninggal.

Saat seseorang sedang bercocok tanam, tiba-tiba ular menggigitnya dan meninggal.

Ketika seseorang sedang menikmati makan siangnya, tiba-tiba tersedak dan meninggal.

Ketika seseorang sedang pergi berlibur dengan selingkuhannya, tiba-tiba dia terkena serangan jantung dan meninggal.

Ketika seseorang sedang menikmati memegang stick golfnya, tiba-tiba dia meninggal karena jatuh tersandung oleh stick golfnya.

Ketika seorang anak pamit kepada ibunya hendak ke sekolah, malah dia harus tertanam di makam sebelah ayahnya.

Ketika seseorang sedang menikmati film komedi, tiba-tiba ditemukan tewas dengan mulut ternganga.

Ketika seseorang sedang bermain gitar dengan kekasihnya, tiba-tiba dia meninggal tanpa sebab.

Ketika seseorang sedang dikejar untuk ke kamar kecil, tiba-tiba ditemukan tewas di depan kamar kecil.

Ada seorang anak sedang bergembira bermain di mall, tiba-tiba ditemukan tewas terjatuh dari lantai tiga.

Memang ada hal - hal yang lucu semacam itu, tetapi saya tidak tahu apakah saya harus tertawa untuk mengapresiasikan humor dari Tuhan atau bagaimana caranya untuk menertawakan humor Tuhan tersebut. Tuhan punya cara sendiri membentuk humornya, tetapi saya -yang bukan Tuhan- tidak mengerti bahwa Tuhan sedang berhumor. Bahkan karib saya terpaksa menangis ketika humor itu Tuhan berikan kepadanya.

Sampai saya menuliskan ini, saya tahu Tuhan pandai berhumor, tetapi saya tidak tahu bagaimana cara menterjemahkannya





Jakarta, 8 Mei 2009 | 20.18

PS: Awalnya tulisan ini hanya tertulis di Facebook saya, entah mengapa saya lebih ingin tulisan ini berada dalam satu arsip di sini.

Senin, 06 Juli 2009

Jawaban Setelah Berjenuh

Ya, seperti judul di atas. Lembar ini adalah sebuah jawaban atas kejenuhan menulis blog yang kualami nyaris dua minggu ini. Dan kini, semangat yang redup itu kembali sudah menjadi terang. Jemari sudah tak tahan untuk mengurai kata dan otak yang adalah produsen sudah menyalakan mesinnya untuk bergegas tancap gas kembali berproduksi di blog.

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa pamor Facebook memang lebih tenar dibandingkan Multiply saat kini. Tetapi kuyakini semua akan kembali ke Multiply. Seperti aku. Aku menjadikan Facebook adalah tempat perselingkuhanku. Hahaha... Aku berselingkuh dengan kuis-kuis yang secara iseng mulai kuisi dan menjelajahi status kawan-kawan yang setiap harinya. Maka, jangan heran kalau nyaris setiap harinya aku pasti mengisi status kawan-kawanku. Hahaha...

Tapi, sudah sejak lama aku memang ingin mendeactivekan Facebook-ku itu. Petaka! Petaka memiliki Facebook bagiku. Katanya memang dia adalah candu. Dan aku memang menanti saat-saat aku ditegur oleh Facebook. Mungkin dipikir aku memang gila, tapi memang benar. Aku sedang menanti ditegur Facebook. Aku ingin IDku di sana dinonaktifkan karena dengan mendeactivekan secara tempo tidak menyelamatkan aku. Akhirnya, aku mendapatkannya! Mendapatkan teguran yang sangat kunantikan, tapi tidak didelete juga Facebook-ku itu. Aih!

Juga kini aku menikmati kesendirianku. Aku beralih dari Multiply dan menulis di petak lainnya. Aku punya lahan di tempat lainnya. Dan kalau aku hilang di permukaan dunia maya, artinya aku memang sedang mengurus lahanku itu. Kutanam kembali dia dengan bibit-bibit kata dan kupupuki dengan cerita-cerita yang bergemul di dalam benakku. Lahan itu memang kukhususkan untuk lahan meditasi pribadi. Hahaha... Tak terbuka untuk umum. Sangat privasi dan terpencil.

Kalau ada yang singgah, pastilah dia tersesat atau karena kuundang. Kadang aku mengundang beberapa kawan untuk mengajaknya membaca dan tentunya jangan berikan komentar. Biar lahan itu terus kutaburi dengan kata-kata sampai akhirnya musim panennya tiba. Entah kapan musim panennya tiba.

Tapi tak etis kalau Multiply di mana aku sudah bernaung dengan berbagai macam tulisan, berbagai macam orang yang berbagai macam karakter, berbagai macam kisah, berbagai macam suka dan duka. Maka Multiply adalah kekasihku. Dia adalah kekasihku seperti yang pernah kutorehkan dalam status Facebook-ku. Multiply adalah kekasihku dan Facebook adalah selingkuhanku.

Memang benar ternyata kalau selingkuh itu tak selamanya indah.

Juga tak lain adalah hadiah dari beberapa proyek dengan kawan-kawan yang kutunda sementara waktu karena tugas dan mengejar target yang lebih penting yang kini harus kubayar. Seminggu tanpa menulis di blog ini memang hambar rasanya tetapi aku berhasil menyelesaikan beberapa pekerjaan yang sempat tertunda dan melunasi hutang-hutang janji pada teman-temanku. Membaca beberapa novel kiriman dan beberapa novel hasil penjejakkan dua kali di Jakarta Book Fair dan berjanji akan kutuliskan ulasannya di blog ini.

Sesungguhnya, aku tak berhenti nge-blog. Bahkan sewaktu internet Indonesia diblokir saja, aku mencari berbagai macam celah untuk tetap nge-blog. Kini, dengan semangat yang menggebu-gebu dan kobaran semangat Diponegoro, aku akan kembali nge-blog. Dan tulisan ini menjadi bukti bahwa aku kembali.

Mungkin nukilan-nukilan yang sempat hilang dari blog ini tak akan kuposting di sini. Biarkan dia berada di tempat yang sepi sendiri, di mana hanya aku, Tuhan, dan tulisan itu sendiri yang tahu keberadaannya di mana.

Nah, selamat pagi dan selamat kembali nge-blog!



6 Juli 2009 | 10.17