Minggu, 25 Maret 2012

Maserasi Cakrawala

suatu ketika, seperti apa yang diduga
ibarat cengkiak yang tahu akan gula
semua yang tersembunyi tidaklah lagi rahasia
ia akan dibuka dengan caranya yang nyata
pada rahasianya sendiri, pada waktunya

kepercayaan adalah modular yang baik
seperti sampaian yang harus dijunjung
meski mencaduk semua keniscayaan
dan niskala!
hilang dari pemberontakan yang dipercaya akan maukuf
menyegel segala kepatrian iman yang hakiki

tuhan pun tahu apa insan yang inginkan
tak perlu mereka bertindak ala seorang yang merapu
pula mesti berukup untuk sesuatu yang ia tahu
biar ciptaannya tak perlu pondik
bertingkar di zona yang nyaman saja

dan biar cakrawala bermaserasi
guna waktu akan kepercayaan dan rahasia
mereka saling bergandeng




Bandung, 25 Maret 2012 | 07.15
A.A. - dalam sebuah inisial

Senin, 19 Maret 2012

Eulogi


Saya rindu, Pak. Saya rindu dengan karisma seorang bapak yang bisa melindungi anaknya. Tapi saya tidak bisa meluapkan rindu itu, karena Bapak tidak bisa melindungi anaknya. Bapak lebih mirip perempuan yang sangat cengeng: curhat di sana-sini.

Saya rindu, Pak. Saya rindu dengan sosok orang tua yang bisa mendampingi anaknya dan tahu cara melengkapi kebutuhan anaknya dalam kesulitan apa pun. Tapi saya tidak bisa meluapkan rindu itu, karena Bapak tidak bisa mendampingi dan melengkapi kebutuhan anaknya. Bapak lebih mirip sapi: mengeluh selalu.

Saya rindu, Pak. Saya rindu dengan orang tua yang tahu caranya melindungi anaknya. Tapi saya tidak bisa meluapkan rindu itu, karena Bapak sudah mencari perlindungan dahulu untuk diri Bapak. Bapak lebih mirip tentara takut mati: kabur sebelum perang. (Eh, Bapak seorang militer 'kan?)

Saya rindu, Pak. Saya rindu dengan acara televisi yang menampilkan Bapak dengan wajah gagah dan tegas untuk berorasi, membakar semangat anak-anaknya. Tapi saya tidak bisa meluapkan rindu itu, karena Bapak sudah melampiaskan curahan hati Bapak dengan gaya feminin. Bapak mirip remaja galau: mengeluarkan sikap cengeng.

Pak, Bapak sudah memilih jalan untuk menjadi siapa. Anak-anakmu pula tahu apa yang harus dituntut dari bapaknya. Mereka tidak meminta rumah yang bermiliaran seperti kediaman Bapak. Cukup bagi mereka rumah yang bisa melindungi dari panas dan hujan. Mereka tidak meminta mobil yang berharga ratusan juta seperti kendaraan Bapak lengkap dengan sopir. Cukup bagi mereka angkot, bus kota, atau sekadar berjalan kaki dari satu tempat ke tempat lainnya.

Bapak, Bapak membawa nama Bapak kami yang sebelumnya. Bapak Soekarno berat hati untuk menaikkan harga BBM. Bapak Soeharto gundah gulana untuk membebankan harga BBM kepada rakyat. Ya, saya tahu, Pak. Bapak pun berat hati. Tapi kedua bapak saya yang Bapak bawa-bawa namanya itu berani memberikan jaminan hidup yang lebih nyata.

Tiba-tiba saya ingin gerimis air mata. Bapak ternyata begitu lemah. Jaminan hidup untuk anak-anak di hari esok masih berupa tanda tanya. Entah, anak-anak Bapak akankah masih dapat makan esok, berangkat ke sekolah, atau masih bisa melanjutkan hari esok. Bukan rumah, bukan mobil, bukan harta kekayaan Bapak yang kami tuntut. Tapi gerak hati Bapak untuk tidak mengeluh kepada anak-anak Bapak.

Cukuplah anak-anak Bapak mengeluh kepada nasibnya sendiri, padahal Bapak bisa menolong mereka dari lidah Bapak yang sering berkata 'prihatin' itu.






Bandung, 19 Maret 2012 | 09.30
A.A. - dalam sebuah inisial

Kamis, 15 Maret 2012

Perihal: Waktu

G,

musim kemarau akan segera tiba
hari pun berganti terasa begitu cepat
tetapi biarlah, biar waktu berlari
dan bebaskanlah ia
bila ingin merenggutmu

karena ada kebahagiaan lain menunggu
di tepi waktu yang lain, G
percaya saja untuk hal itu

dan percaya, membuat kita berani menghadapi esok
termasuk kehilangan



Bandung, 15 Maret 2012 | 06.14
A.A. - dalam sebuah inisial

Rabu, 14 Maret 2012

Perihal: Dua Pertemuan, Tiga Tatap

G yang baik,

Bukankah kita tidak pernah berpikir atau merancang atau mengagendakan suatu pertemuan di awal tahun ini? Sebuah pertemuan telah membuatku berani menentukan pilihan yang seharusnya kuambil. Pada mulanya, kita tidaklah saling mengenal. Pada mulanya, kita bukanlah siapa yang mengerti tentang apa-apa. Tetapi pada akhirnya, kita tidak bisa menyangkal bahwa kita pernah saling kenal, bertemu, sapa, berbagi senyum, dan bertukar tawa.

Pertemuan seringkali dalam wujud yang tidak terduga, tidak bisa menduga-duga seperti kita menerka kapan matahari akan datang. Aku percaya, setelah dua pertemuan yang tersisa sejak hari ini, kita masih akan bertemu lagi entah di mana dan kapan. Kepercayaan yang telah membuatku berani, kepercayaan pula yang telah membentukku untuk siap dan sigap menantang kehilangan. Menantang perpisahan. Menantang epilog yang memang harus terjadi sebagai penutup sebuah perjalanan.

Lalu, ada janji yang pernah kusimpan diam-diam di lubuk hati ketika aku tahu terlalu banyak tentang kamu. Percayalah, aku tetap setia untuk menyimpannya di dalam wujud rahasia. Meskipun prinsipku tetap sama: aku lebih bahagia untuk tidak mengetahui apa yang seharusnya tidak kuketahui. Sikap itu kurasakan berubah, tapi aku tidak dapat memungkirinya. Membiarkannya tetap menjadi sebuah rahasia. Selalu kucoba untuk bersikap biasa saja, apa adanya. Aku coba untuk mengabaikan rahasia yang terbongkar itu, yang membuatku menganga sendiri. Tak percaya dengan apa yang telah terjadi.

G yang baik,

Setiap orang memiliki rahasianya sendiri. Seperti langit yang diam-diam memiliki misteri yang tidak bisa diungkap begitu saja. Semakin bertumbuh besar, seseorang akan memiliki tabir rahasia yang berlimpah. Biar saja berbagai tabir itu tersimpan rapi sebagai rahasia yang harus kamu jaga sampai kelak menutup mata. Bila rahasia itu terbongkar, mungkin memang saatnya ia tidak lagi terjaga sebagai sebuah rahasia.

Dan tetaplah percaya kepadaku, rahasiamu tetap kupegang erat sebagai rahasia.

G yang baik,

Pada akhirnya, kita harus siap dengan bentuk perpisahan bagaimanapun bentuknya. Hari ini merupakan salah satu pertemuan yang kunantikan dan akan kurindukan kelak. Tersisa satu pertemuan lagi yang kurasa bisa saja tidak bisa terwujud karena suatu hal yang tak terprediksi. G, aku akan selalu pulang ketika aku memang butuh pulang. Tapi bukan di hatimu aku akan berlabuh untuk pulang. Ia hanyalah dermaga sesaat. Dermaga yang ingin melepaskanku dari penat sesaat. Pulang yang sesungguhnya adalah ke hati yang kumiliki sendiri. Pulang yang sesungguhnya adalah ketika hati memang selalu merasakan hal yang paling nyaman.

Terima kasih untuk berbagi cerita. Terima kasih untuk berbagi cerita, canda, tawa, dan ilmu yang bisa saja terlupa dari bangku sekolah. Terima kasih telah mengisi hari-hariku setidaknya sepekan kita pernah berpapas wajah sekadar untuk bertukar senyum.

Dan itu, akan kurindukan kelak.





Bandung, 14 Maret 2012 | 06.38
A.A. - dalam sebuah inisial

Selasa, 13 Maret 2012

Perihal: Cinta

Manusia butuh rasa cinta untuk menetralisir segala beban kebencian yang dipikulnya, yang mendera dirinya, mencabik-cabik hatinya, dan bisa membuatnya bernanah karena waktu tidak bisa mengobatinya dengan bijaksana.


Rabu, 07 Maret 2012

Segenggam Mimpi

cuma soal keberanian untuk mewujudkannya
ditambah pula dengan perjuangan untuk mengejawantahkannya
itu, sangat cukup

Sabtu, 03 Maret 2012

Sekotak Kenangan

akhirnya,
aku tahu bahwa kenangan meninggalkan pesan di antara kesan yang tak bisa dibaca begitu saja.

Kamis, 01 Maret 2012

If I Could Be Where You Are

Where are you this moment
Only in my dreams
You're missing, but you're always
a heartbeat from me.

I'm lost now without you.
I don't know where you are.
I keep watching,
I keep hoping,
but time keeps us apart.

[chorus]
Is there a way I can find you?
Is there a sign I should know?
Is there a road I could follow,
to bring you back home?

Winter lies before me,
Now you're so far away
In the darkness of my dreaming
The light of you will stay

If I could be close beside you,
If I could be where you are,
If I could reach out and touch you,
And bring you back home.

[chorus]
Is there a way I can find you?
Is there a sign I should know?
Is there a road I could follow,
to bring you back home?

To me...



- Enya