Sabtu, 31 Juli 2010

Pada

Pada suatu ketika
di aksara ini tak ada lagi engkau
tak kudengar lagi bisingmu
biar aku memeluk semua puisi
sampai getar waktu hari
dan musim yang tak berganti

Pada suatu ketika
di tempat ini yang mempertemukan sunyi
aku tidak lagi mempercayai sesuatu
kalau sesampai hari tak memberi salam
tidak menyajikan kenikmatan hari
dan suatu cinta yang mengasah percaya
aku akan beranjak pergi
berlari kepada angin
biar aku terbang dibawanya
dan menuju bumi lain




Jakarta, 31 Juli 2010 | 8.05
A.A. - dalam sebuah inisial

Minggu, 25 Juli 2010

Jazz


Kalau kau pernah dengar aku
kau pasti tahu apa itu jazz
bagaimana kau merasakan nuansanya
bagaimana ia mencipta seni dari nada
seperti apa kita bergetar dibuatnya

Dia mengimprovisasi nada dan aksara
walau kau tuli sekali pun
jazz tetap dapat kau rasakan
dia akan tetap hidup di hati
walau kelak aku dan kau sudah mati


Jakarta, 25 Juli 2010 | 18.00
A.A. - dalam intonasi nada

Jumat, 23 Juli 2010

Merobek Jejak


Di persimpangan jalan
kita bertemu
hanya untuk mengucapkan: selamat tinggal

Kemudian,
kita merobek jejak kita
dan kita saling berbalik punggung
menyombongkan diri



Jakarta, 23 Juli 2010 | 20.10
A.A. - dalam sebuah inisial

Kamis, 15 Juli 2010

Dan Hari-hari Tidaklah Lagi Sama



Dan mereka pergi begitu saja, tanpa kita ketahui
walau telah kita sadari tak akan ada yang abadi
termasuk ketidakabadian itu sendiri, perubahan dan kepastian
mereka akan terus berkembang dan berubah
bagaimana juga waktu menjalari suatu ziarah yang panjang
meskipun kita berusaha sejauh apa yang kita bisa
tak mungkin juga kita daki gunung tertinggi
dengan langkah yang terseok-seok
aku tidak butuh teman untuk tertawa
aku hanya butuh mereka sebagai tempatku bercerita
sebagai wadahku untuk menempati wahana kesepian
di mana bianglala berputar seorang diri
dan kuda-kuda mainan hanya peduli dengan kekosongan
mungkin aku sedang berada di sana
tanpa kusadari sepanjang waktu ini
kita tidak lagi bersama
kita terpisah oleh bentangan jarak yang mematri pada egois
kita menghancurkan jembatan antara kita
dan waktu tidaklah lagi sama seperti dahulu
warna-warna lampu kota tidak semeriah dahulu
mereka meredup, hendak mati sendiri
tetapi matahari menangis
dan bintang tersedu-sedu kala malam

Kini hari-hariku tidaklah lagi sama
tidak seperti kemarin
tidak seperti bulan lalu
tidak pula seperti tahun lalu
musim lalu
atau sebelum terbetuknya dunia
hari-hari ini berbeda
tapi apa yang berbeda?


Jakarta, 15 Juli 2010 | 17.23
A.A. - dalam sebuah inisial

Minggu, 11 Juli 2010

Bukan Sekadar Puji, Bukan Sekadar Cerca

"Siapapun yang melempar wacana ke masyarakat mesti bersedia menanggung risiko atas segala tanggapan, dipuja maupun dihujat - dan itulah ukuran kedewasaannya." - Seno Gumira Ajidarma



Suatu karya pasti pernah mengalami bagaimana manisnya dipuji, tetapi juga pernah merasakan bagaimana pahitnya dicerca. Dalam kondisi apa pun, adalah hal yang lumrah bagi kita untuk merasakan keduanya. Bukankah hidup manusia memang sudah dipasang-pasangkan dan memang harus berdampingan? Maka, di mana ada pujian yang membuat kita melayang,pasti akan ada cerca yang akan membuat kita jatuh.

Saya pernah juga mendapatkan cercaan dari teman-teman baik saya ketika awal pertama menuliskan satu cerpen. Seperti tanpa dosa mereka mengatakan di depan saya, "Aveline, goblok! Cerita apaan ini?" Saya yang mendengarnya hanya menghela nafas panjang. Saya tidak mungkin melawan apa yang dikatakannya itu. Toh saya memang seharusnya sadar diri bahwa memang saya bukan seorang penulis hebat, bukan seorang penulis yang produktif yang karyanya sudah diterjemahkan ke dalam berbagai macam bahasa, bukan juga seorang yang bukunya sudah dicetak ulang berkali-kali.

Saya tidak pernah merasakan bahagianya melihat nama saya dan cerpen, puisi, esai, prosa, atau apapun tercantum di dalam media massa. Saya tidak pernah merasakan bahagianya menjadi seseorang yang melihat bukunya sendiri berdiri manis di toko buku. Saya belum pernah menulis apapun yang bisa dikonsumsi khalayak banyak selain di blog ini.

Bukan karena saya hanya menulis di blog, saya tidak pernah mendapatkan puji dan cerca. Saya pernah mengalaminya.

Tahun 2005, dua tahun setelah saya mencoba keberuntungan sebagai seorang cerpenis di suatu media massa dan lebih beruntungnya lagi ditolak sana-sini, saya mencoba menulis di blog. Awal-awal postingan masih menyenangkan. Saya mendapatkan banyak pujian tanpa kritikan satu pun. Saya masih tekun menulis saat itu karena waktu saya belum tersita banyak untuk berorganisasi.

Tiba-tiba, ada satu komentar yang tidak enak datang. "Tulisan apaan nih? Gue gak ngerti. Sok bagus, heran gue sama yang komentar jangan-jangan dia sendiri yang komentar." Saya gagap menghadapi komentar semacam itu. Diam sejenak saya di depan komputer, entah bagaimana saya harus menjawab komentar semacam itu. Saya bukan orang yang pandai dalam menjawab cercaan seperti itu.

"Terima kasih untuk komentarnya, saya akan belajar lebih baik lagi."

Seiring waktu saya belajar, bagaimana mengelola tulisan saya. Saya terus menulis dan menghiraukan semua pujian dan cercaan. Saya fokuskan diri saya dalam menulis kemudian saya kembalikan lagi kepada pembaca pada saat tulisan saya dibuka untuk umum. Saya membuka hati untuk mempersiapkan ketika saya harus dipuji agar saya tidak melayang dan saya harus dicerca agar saya tidak terperosok terlalu dalam.

Seorang kawan saya, Yulius Denny, dengan setianya menuliskan komentar yang "kurang ajar" menurutnya. Saya selalu meminta pendapatnya. "Tolong ditulis dengan kurang ajar yang paling kurang ajar." Dan benar saja, dia menuliskannya dengan cara yang paling kurang ajar versinya. Hasilnya? Salah satu cerpen saya berhasil menembus cerpen terfavorit setelah sekian lama nyangkut di tempat sampah redaksi.

Saya belajar bahwa bukan hanya sekadar dipuji ketika kita mendapatkan pujian. Pujian adalah motivasi di mata saya agar saya tetap bisa berkarya. Lain lagi dengan cercaan. Dari cercaan yang bertubi-tubi, yang banyak, yang semakin membangun, saya bisa menghasilkan kualitas yang semakin baik dan baik.

Kadang kita butuh pujian, juga butuh cercaan. Dan mereka memang sudah terpasang, bukan begitu?





Jakarta, 11 Juli 2010 | 12.17
A.A. - dalam sebuah inisial

Jumat, 02 Juli 2010

Boarding

Suatu keberangkatan yang meninggalkan kisah
Tentang perpisahan di mana tidak ada lagi saling tatap wajah
Mereka berbalik arah, menyombongkan punggung
Dan mereka pergi melepaskan sayapnya masing-masing

Boarding, I called it.
When we can't see again
Just say goodbye, never too be sad, but I can't

Kadang tak selamanya perjalanan selalu indah
Petualang tak akan puas jika perjalanan hanya menceritakan keindahan saja
Sesekali harus didongengi jerit perih yang ditaburkan bunga
Itulah rasanya ketika kita pergi, dan tidak lagi kembali

Boarding, I called it.
When today is the last meeting of us
Sorry, thank you, and goodbye.


Jakarta, July 2nd 2010 | 22.42
A.A. - In an initial