Rabu, 29 Februari 2012

Epilog Februari

Kita akan berjumpa lagi
Di tahun mendatang, di tahun yang istimewa
Untuk sekali lagi perjalanan yang mahamanis

: terima kasih selalu




Bandung, 29 Februari 2012 | 16.19
A.A. - dalam sebuah inisial

Senin, 27 Februari 2012

Senja

ada senja yang hadir sebagai horizon
dan itulah yang kusebut dengan namamu
sebuah keabadian dari hari-hari yang datang
kemudian pergi

kemudian berlalu

mengikuti keberadaan angin




Bandung, 27 Februari 2012 | 18.12
A.A. - dalam sebuah inisial

Selasa, 21 Februari 2012

Sebuah Suratan Pagi

:G

kuketahui hari ini
usia itu sangatlah siingkat
lebih singkat dari kata-kata
lebih singkat dari waktu


Jakarta, 21 Februari 2012 | 06.22
A.A. - dalam sebuah inisial

Minggu, 19 Februari 2012

Kepada Sebuah Malam

dan hidup ini terlalu fana, G
aku mengenal kamu bukan dalam waktu yang cepat
tapi aku juga kalut dalam takut untuk kehilangan
pada waktu yang terlalu cepat
sama cepatnya seperti malam menjadi pagi
dan pagi pun bisa menjadi tiada karena waktu

dan hidup ini terlalu perih, G
jika kita tahu sejak kecil tentang dunia yang sesungguhnya
aku tidak menginginkan kata-kata yang manis
kenapa tidak berani untuk tetap berkata jujur
kalau dunia adalah wahana di mana harus berjuang
peluh dan air mata adalah kawan yang paling karib

dan hidup ini terlalu singkat, G
aku tak tahu soal usia esok akankah masih ada
kalau ada, maka aku akan tetap bersukacita
kalau tiada, aku tidak akan memilih dukacita
cukuplah menjadi pertanda bahwa waktu
waktu bisa merenggut setiap kita
tanpa alarm yang berbunyi untuk menandakan
ada malaikat menunggu untuk berjalan-jalan
entah ke mana



Jakarta, 19 Januari 2012 | 23.35
A.A. - dalam sebuah inisial

Jumat, 17 Februari 2012

Perihal: Rahasia




:G



Ada di suatu waktu, kita hanya cukup mengetahui hal-hal yang cukup kita ketahui. Bila ingin tahu yang berlebih pun, kita harus siap dengan rasa sakit dengan rahasia-rahasia yang sebenarnya tak patut kita ketahui. Setiap rasa ingin tahu yang besar harus diikuti dengan persiapan akan rasa kecewa yang sama-sama besar. Tak semua harus kita ketahui dan tak semua harus dipecahkan sebagai hal yang bukan lagi rahasia.

Ada waktunya rahasia hanya perlu bersemayam sebagai rahasia.

Dengan rasa ingin tahuku yang begitu menggebu tentang kamu, aku memang harus siap dengan rasa kecewa yang akan menuntunku kepada seluruh sikapku kemudian hari. Berpura-pura tidak tahu, seakan semua biasa saja. Berpura-pura diam, seakan tak ada yang kusembunyikan. Itulah, mengapa ada kalanya rahasia cukup disimpan menjadi rahasia saja. Tak perlu diketahui orang pada umumnya.

Aku percaya, G.

Setiap orang memiliki masa lalu. Entah masa lalu yang kelam atau yang manis. Seperti langit yang bisa saja mendung tiba-tiba, kemudian cerah kembali atau malah memilih hujan. Setiap waktu, masa itu akan seseorang kenang sendiri. Itu cukup. Tak perlu dibagikan kepada rahasia-rahasia yang perlu ia genapkan untuk diungkap. Dan setiap persoalan di dunia ini hanyalah berdimensi untuk dipecahkan dan dikekalkan di setiap sejarah hidup seseorang.

Hari ini, aku telah cukup belajar mengetahui.

Mengetahui pun memiliki batas. Barangsiapa yang memiliki rasa ingin tahu yang besar, ia pun harus siap memiliki rasa kecewa yang juga sama besarnya. Tidak semua hal harus kita ketahui.

Dan aku memilih hidup dalam menyimpan setiap rahasiamu. Rahasia kepada waktu. Rahasia kepada masa lalu.

Tak akan kuungkapkan kepada seorang satu pun kepada mereka yang mengetahui tentang kamu. Biar mereka bersikap sewajarnya, sebagaimana aku bersikap pura-pura tidak tahu apa yang pernah terjadi di masa lalu kepada dirimu. Itu jalan yang kutempuh untuk membahagiakanmu selalu. Membiarkan di waktu yang ternyata semakin sedikit ini, aku bisa melihatmu. Bisa selalu merasakan kedekatan yang tidaklah sedikit orang bisa meraba tentang hal tersebut.

Setiap manusia yang bertumbuh dewasa akan memiliki tabir rahasianya sendiri.

Begitu pula denganku, denganmu. Dengan kita.

Dan ada jalan yang tetap kupilih: menyimpan rahasiamu sebagai rahasia.




Bandung, 18 Februari 2012 | 04.46
A.A. - dalam sebuah inisial

Rabu, 15 Februari 2012

Perihal: Kecewa

hari ini aku belajar
ada kalanya manusia harus belajar untuk kecewa
karena tak seharusnya semua ia ketahui
karena tak seharusnya ia menginginkan membuka tabir rahasia

hari ini aku belajar
ada kalanya manusia harus menerima kecewa bagai pil pahit
karena di dunia ini, setiap insan menyimpan masa lalu
dan masa lalu tidaklah selalu manis untuk dikenang

hari ini aku belajar
ada kalanya manusia harus bersikap seakan tiada apa pun
karena di dunia ini ada hal-hal yang memang tak perlu dijangkau
cukup rahasia menjadi rahasia dan diam tetap diam

hari ini aku belajar
kecewa lebih peka dirasakan daripada gembira itu sendiri
tetapi tanpa kehadirannya, gembira pun tak tahu bagaimana disyukuri
sementara itu, luka akan selalu mengering meski berbekas

hari ini aku belajar
bersiaplah menerima kecewa seperti menerima bahagia
bersiaplah menerima lara seperti menerima gembira
bersiaplah menerima duka seperti menerima suka

karena dari sana,
kecewa adalah hal yang baik
sama baiknya dengan hal-hal baik yang orang inginkan



Bandung, 16 Februari 2013 | 01.23
A.A. - dalam sebuah inisial

Minggu, 12 Februari 2012

Prolog: Menuju Timur



Sesungguhnya, tak pernah ada di benak saya bahwa suatu kali saya akan menulis dan terus menulis. Sampai kini. Sampai kini pun saya tetap menulis, entah di mana saja, entah kapan saja. Kini, menulis sudah seperti bernapas bagi saya dan kebutuhan itu bisa membuat saya tetap hidup hingga kini.

Sebuah tawaran menarik datang dari teman saya ketika sedang mengerjakan proyek untuk dua buku. Tanyanya,"mengapa blog-mu yang sudah dikunjungi ribuan orang itu tidak kamu bukukan?" Belum terlintas untuk menjawab apa, dia kembali berujar,"bukukan saja yang terbaik. Dengan cara apa pun."

Akhirnya, saya pun sadar saya memang bukan orang yang rapi dalam mendokumentasikan tulisan saya. Hampir seluruhnya berantakan di mana-mana. Entah di catatan kuliah, catatan sewaktu sekolah, di dalam catatan telepon genggam, blog yang berkeliaran di mana-mana, di blog mikro, entah di mana saja.

Pada akhirnya, Menuju Timur inilah yang menjadikan seluruh catatan saya sedikit rapi. Setelah melewati tahap seleksi, menyusunnya, dan memilih akan diterbitkan dengan cara apa, ia pun terlahir. Prosesnya tak memakan waktu sampai setahun. Bahkan hanya beberapa bulan saja. Ia lebih banyak diendapkan daripada diproses.

Isinya pun banyak mengambil dari blog ini dan pada catatan-catatan saya yang biasa berkeliaran di mana-mana. Dokumentasi yang apik, menurut saya secara pribadi.

Rencana awalnya adalah buku ini akan dipublikasikan bersamaan dengan usia blog ini yang keempat. Tetapi karena saya sudah terikat kontrak dengan salah sebuah penerbit untuk penulisan naskah dan ada proyek lain yang harus dituntaskan mendekati bulan April, maka ia terlahir prematur.

Terima kasih untuk selalu dan tetap mendukung keberadaan blog ini sehingga ia telah menjadi nyata di muka bumi ini. Terima kasih untuk sebuah dedikasi yang besar yang sesungguhnya ini adalah perwujudtan cinta itu sendiri yang tidak pernah pergi begitu saja.

Apa pun keadaannya, ia telah ada. Ia telah lahir.

Selamat datang di dunia ini. Selamat menuju timur.




Bandung, 12 Februari 2012 | 09.30
A.A. - dalam sebuah inisial

Selasa, 07 Februari 2012

Perihal: Pertemuan

tentang satu peristiwa
dan kami diam-diam berbisik
menatap
menyimpan misteri
rindu akan sesuatu
menahan sakit
kemudian berlalu

pergi

dan meninggalkan semua
tak ada jejak yang disimpan
semua terlihat sia-sia



Bandung, 7 Februari 2012 | 21.54
A.A. - dalam sebuah inisial

Jumat, 03 Februari 2012

Ode untuk Bunda

dan satu-satunya orang yang tak bisa kudefinisikan
tapi kurasakan cintanya

sesederhana itulah

adapun tak ada kata terlambat
dan aku anakmu, akan pulang
menemuimu di dalam bahagiamu

bagimu, selamat ulang tahun
meski kuucapkan petang
waktu adalah tetap sama, untukmu



Bandung, 3 Februari 2012 | 19.37
A.A. - dalam sebuah inisial

Rabu, 01 Februari 2012

Hujan Bulan Februari

di bawah rintik, ada yang mengiba
untuk mengalami dan menjalani
sebuah tautan perjalanan yang tak biasa
untuk merintis tujuan pasti

di bawah rintik, ada yang mengiba
biar setiap keping kehidupan
memiliki arti yang semestinya
agar kepastian pun mutlak adanya

di bawah rintik, ada yang mengiba
rindu, rindu, rindu, rindu, dan rindu
ia mencumbu pada keping kehidupan
pula mengadu pada tautan perjalanan

di bawah rintik, ada yang mengiba
sebuah pertemuan, sebuah perpisahan
jarak membentang untuk bersua lagi
diam-diam memendam keberadaan

di bawah rintik, ada yang mengiba
kemudian tak ada yang tahu jawaban
dan memang tidak perlu kata-kata untuknya
ia akan menemukan jalannya sendiri

di bawah rintik, ada yang mengiba
kamu tersenyum, menyisipkan harap
yang berjalan bagai bayang-bayang
bagai semu di musim semi


Bandung, 1 Februari 2012 | 07.20
A.A. - dalam sebuah inisial