Rabu, 21 Desember 2011

Peluk

ingin aku kembali ke dalam peluk kali pertamamu, ibu. di dalam dekap itu, aku diam-diam merayap ke dadamu, mengisap puting kasihmu, mengalirlah aku oleh cintamu yang membuatku tumbuh. di labirin kasih itu, kau lengkapkan aku dengan nutrisi yang cukup untuk aku melawan masa yang akan kuhadapi kelak, saat itu kau sudah menghitung uban di kepalamu dan lelah menggerogoti tubuhmu.

ingin aku kembali ke dalam peluk kali keduamu, ibu. di dalam dekap itu, aku mendengar tangisku sendiri, kau tersenyum bahagia kala itu. tanda-tanda kehidupan dimulai dari sana. sesederhana itu. lalu aku sandarkan kepalaku di dadamu, membiarkan aku dibelai oleh keping-keping sayang yang ada di sisi-sisi kecil yang membuatku semakin tahu untuk menghadapi masa yang semakin kejam.

sesederhana itu kau mengajarkan aku adalah manusia, dan menjadi manusia itu harus berjuang. bahkan sekadar bernapas. itu harus kujalani sampai nanti, di masa aku akan menjadi letih dan aku pun akan mengajarkan hal serupa kepada generasimu.



Jakarta, 22 Desember 2011 | 04.44
A.A.- dalam sebuah inisial

Senin, 12 Desember 2011

Berapa Buku yang Anda Baca di Tahun 2011?

Berapa buku yang telah Anda baca tahun ini? Seperti tahun kemarin, saya membuat daftar bacaan yang telah saya habiskan untuk tahun ini. Mungkin saja bertambah karena Desember masih memiliki19 hari lagi. Mana tahu sebuah keajaiban saya bisa menambah 19 buku lagi sampai di akhir tahun ini.

Lagi-lagi kendala saya adalah waktu di mana deadline yang tak henti-hentinya menerpa sehingga beberapa buku sempat tertunda atau tidak memiliki catatan tukang baca. Nah, berikut daftar bacaan saya untuk tahun ini. Kalau ada yang pernah membaca buku serupa dengan saya, mari kita berbagi.


Angka tidak menunjukkan peringkat.

1. Balada Ching-ching, Maggie Tiojakin
2. Leaving Microsoft to Change The World, John Wood
3. The Goddess of The Hunt, Tessa Dare
4. Selepas Bapakku Hilang, Fitri Nganti Wani
5. The Lover's Book, Kate Gribble
6. Surrender of A Siren, Tessa Dare
7. The Magicians, Lev Grossman
8. The Man Who Loved Book So Much, Allison Hoover Bartlett
9. Coming Home, Sefryana Khairil Badariah
10. Ayat-ayat Api, Sapardi Djoko Damono
11. Surat Kecil untuk Tuhan, Agnes Davonar
12. A Lady of Persuasion, Tessa Dare
13. Mati, Bertahun yang Lalu, Soe Tjen Marching
14. Selamat Datang di Pengadilan, Daniel Mahendra
15. (Cerita-cerita) dari Luar Jendela, Maestaccato
16. Eclair, Prisca Primasari
17. The Journeys, Adithya Mulya, dkk
18. Oksimoron, Isman H. Suryaman
19. Dan Saya Telah Menyelesaikan Pertandingan Ini, Ronny Pattinasarani
20. Matahari yang Mengalir, Dorothea Rosa Herliany
21. Perempuan, Langit ke Timur, Olin Monteiro
22. Tuesday with Morrie, Mitch Albom
23. The Pilgrimage, Paulo Coelho
24. Larasati, Pramoedya Ananta Toer
25. Tales From The Road, Matatita
26. Snow Country: Daerah Salju, Yasunari Kawabata
27. Karena Kita Tidak Kenal, Farida Susanty
28. Cecilia dan Malaikat Ariel, Joestin Gaarder
29. Stanza dan Blues, W.S. Rendra
30. Abad yang Berlari, Afrizal Malna
31. The Naked Traveler 3, Trinity
32. Gelang Giok Naga, Leny Helena
33. Di Mana Ada Cinta, Di Sana Tuhan Ada, Leo Tolstoy
34. Sebelas Patriot, Andrea Hirata
35. Iluminasi, Lisa Febriyanti
36. Perahu Kertas, Dee [baca ulang]
37. Madre, Dee
38. Konde Penyair Han, Hanna Fransisca
39. Kedai 1001 Mimpi, Valiant Budi
40. Love, Aubrey, Suzanne LaFleur
41. That Camden Summer, LaVyrle Spencer
42. Presiden Prawiranegara, Akmal Nasery Basral
43. Kereta Tidur, Avianti Armand
44. Meraba Indonesia, Ahmad Yunus
45. Letters To Sam, Daniel Gotlieb
46. Life Traveler, Windy Ariestanty
47. Nasional.Is.Me, Pandji
48. Poconggg Juga Pocong, @poconggg
49. Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken, Joestin Gaarder
50. Asas-asas Manajemen, Ulber Silalahi
51. Once Upon a Love, Aditia Yudis
52. Jump, Moemoe Rizal
53. Dasar-dasar Ilmu Politik, Miriam Budiardjo
54. Principles of Economic, N. Georgy Mankiw
55. Pengantar Logika, B. Arief Sidharta
56. The Windflower, Sharon dan Tom Curtis
57. Never Let Me Go, Kazuo Ishiguro



Untuk tahun ini, buku terbaik veri saya jatuh kepada Never Let Me Go dari Kazuo Ishiguro.


Untuk buku dengan gaya bahasa penceritaan menarik jatuh kepada Kedai 1001 Mimpi dari Valiant Budi.


Untuk desain sampul terbaik versi saya jatuh kepada The Journeys dari Adithya Mulya, dkk.



Untuk buku yang paling tebal yang saya baca tahun ini adalah Principles of Economic dari N. Georgy Mankiw.



Untuk penulis dengan ide paling kreatif versi saya jatuh kepada Perpustakaan Ajain Bibbi Bokken dari Joestin Gaarder.



Untuk penulis dengan tema paling menarik versi saya jatuh kepada Never Let Me Go dari Kazuo Ishiguro.



Untuk penulis terbaik tahun ini versi saya jatuh kepada Akmal Nasery Basral.



Nah, begitulah daftar bacaan saya sepanjang tahun ini. Bagaimana dengan Anda?



Bandung, 12 Desember 2011 | 07.02
A.A. - dalam sebuah inisial

Minggu, 11 Desember 2011

Bianglala Pasar Malam

katamu sendiri:
bahagia sering diciptakan di tempat tak dikira
lucunya adalah:
aku percaya dan aku berbisik 'amin'

lalu kita pergi ke pasar malam
anak-anak dibiarkan mendahului kita
'aku ingin naik kuda itu'
perempuan kecil memasang wajah iba
kita bertatap dan membiarkan ayahnya
membawa pergi ke depan loket

'aku tak punya uang cukup'
wajah iba berubah menjadi duka temaram
segelap malam, segelap perih dua ribu
'kita pulang saja, ayah' ajaknya
kita bertatap dan mencegatnya pulang
katamu:
'naiklah, dua ribu akan kubayarkan'

lalu kau memberinya uang sepuluh ribu
'kembalinya, om, tunggu aku ya'
kau memilih untuk meninggalkannya
'jajankan saja, dan ajak ayahmu'
kau menarik jemari kelingkingku
'bianglala?'
aku mengangguk, dan kita berangkat
ke sana, ke langit
aku menyebutmu bahagia

lalu diamlah bianglala itu
ia hanya menatap kita, menemani malam
di bawah, orang-orang memilih bahagia
di atas, sepasang kekasih
kini aku kau jadikan percaya
bahagia sering diciptakan di tempat tak dikira

katamu sendiri:
bahagia sering diciptakan di tempat tak dikira
lucunya adalah:
aku percaya dan aku berbisik 'amin'




Bandung, 11 Desember 2011 | 20.22
A.A. - dalam sebuah inisial

Jumat, 09 Desember 2011

Di Masa yang Pernah Ada





:G



Kembali kepada masa lalu adalah sebuah kebahagiaan bagi mereka yang tidak pernah mendambakan dewasa, itu kataku. Dan bagiku bercerita tentang masa lalu selalu membutuhkan keberanian yang tidaklah sedikit, apalagi mengenai masa-masa yang kelam dan tak lagi ingin kau mengenangnya. Setidaknya ia telah mengajarkan kepada kita bagaimana cara mensyukuri kebahagiaan yang sifatnya hanyalah fana, sebagaimana juga ketidakbahagiaan itu.

Kerap aku tertawa ketika mengenang kembali masa-masa bahagia. Dan kerap aku merasa pilu ketika harus mengenang kembali masa-masa ketiadaan. Merapal dengan harfiah, aku kembali menuliskan tentang kamu. Ternyata tidak pernah ada kata habis untuk mengingat selalu mereka yang pernah kita kasihi. Tak perlu pula memandang bagaimana kita bertemu pula berpisah. Selalu ada jalan dan cara untuk hal tersebut.

Kemudian, berjibakulah aku dibuat oleh kenangan yang sudah-sudah. Tentang pertemuan pertama, bagaimana caramu yang menyapaku. Kita berkelibat dalam diskusi yang tidak mengenal ujung. Ada kopi, setumpuk buku, dan secengkram topik pembicaraan. Waktu kita biarkan saja bebas memilih: berlari atau berjalan. Toh, semua akan sama saja, pikirku kala itu. Biarkan saja kita dihempaskan oleh waktu sebagaimana ombak menghempas karang di lautan dan matahari menghempas bumi di langit. Tak pernah ada perih di sana.

Sangatlah tak etis bila kita hanya mau mengenang bahagia tanpa mengingat perih. Harusnya bagaimanalah kita berterima kasih kepada perih yang mengingatkan kita bahwa bahagia pun serupa dengan angin yang bisa saja berlalu demikian. Tetapi orang cenderung mengumpat perih sebagai jodoh yang tak diundang. Orang membenci kedatangannya dan mencoba meninggalkannya. Ada yang sanggup, ada pula yang tidak.

Sampailah kita pada sebuah tujuan: stasiun untuk berhenti. Punggung yang saling bertatap dan wajah yang saling berbalik. Di sudut mata, ada air yang dihapuskan oleh hujan. Awalnya kita seiringan, dan di persimpangan kita telah memutuskan untuk menjadi sendiri-sendiri. Keputusan yang tidaklah menyenangkan, tetapi harus ditelan sebagai keberadaan.

Kelak, sesampaiku di stasiun itu lagi, pasti masih ada sisa senja yang mendokumentasikan setiap bagian perpisahan itu. Sekarang terlihatlah lebih manis, dan pilihan untuk berpisah tidaklah selamanya salah. Karena dengan cara tersebut, selalu ada kehidupan yang lain setelah kehidupan hari ini.

G, aku akan pulang. Meski bukan tepat di hadapanmu, setidaknya kekayaan kata-kata sudah cukup mewakili untuk masuk kepada partikel-partikel yang hidup untuk bersenyawa di kemudian hari.





Bandung, 10 Desember 2011 | 05.02
A.A. - dalam sebuah inisial

Kamis, 08 Desember 2011

Waspadai Plagiarisme dalam Tulisanmu

Oleh: Aveline Agrippina


Bukan barang satu-dua kali kasus plagiarisme terjadi di Indonesia. Masih segar di benak kita di awal 2010, seorang profesor mempublikasikan tulisannya yang terbukti hasil plagiarisme. Setelah seorang cerpenis terbukti melakukan pragiarisme dan cerpennya berhasil terbit di salah satu koran lokal dan satu lagi terbit di koran nasional, muncul lagi kasus salah satu penerbit di Bandung yang diduga menerbitkan buku hasil dari plagiarisme karena kalimat yang ada nyaris serupa dan hanya menggunakan sudut pandang yang berbeda.


Plagiarisme bukan lagi menjadi kata-kata yang asing di dalam dunia kepenulisan. Apalagi dengan semakin canggihnya teknologi yang ada, membuat sang plagiator semakin leluasa untuk memindahkan tulisan orang lain atas namanya sendiri. Bahkan dengan mudahnya, misalnya dunia internet, membantu sistem copy-paste untuk memperlancar aksi plagiarisme.

Apa yang dimaksud dengan plagiat? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, plagiat adalah pengambilan karangan orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri atau dengan kata lain menjiplak. Yang digolongkan ke dalam kasus plagiarisme adalah mengambil tulisan orang lain tanpa menyebutkan sumber, mengutip tanpa menuliskan sumber, atau menuliskan opini dan mengganti tulisan tersebut dengan perspektif berbeda tanpa menyeburkan sumber.

Plagiarisme memang terdengar hal yang simpel, tetapi bila kita sudah masuk ke dalam lubangnya, maka hukuman pun siap menjerat. Baik hukuman berupa penarikan gelar atau pemberhentian secara tidak terhormat di dalam bidang akademis, penarikan terbit di dalam bidang fiksi dan nonfiksi, atau yang paling berat adalah hukuman penjara atau denda. Di Indonesia sendiri sudah ada undang-undang yang menetapkan hal ini yaitu Undang-undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.

Dengan melakukan plagiat, terbukti sekali bahwa kita bukanlah orang-orang yang kreatif. Ide berserakan di mana-mana dan itu bisa kita jadikan sumber untuk menulis dan tak perlu melakukan plagiat. Bila kita harus mengutip, jangan lupa menyebutkan sumber yang membuktikan bahwa pernyataan itu bukanlah milik kita. Zona plagiarisme memang mudah dilakukan, tetapi mudah juga untuk dideteksi. Jangan sampai kita pun harus menahan malu karena aksi copy-paste.






Tulisan ini pernah direncanakan untuk dipublikasikan di dalam majalah kampus, tetapi saya urungkan dengan berbagai pertimbangan yang ada dan melihat kondisi kampus saat ini. Harap maklum adanya kalau hanya terpublikasikan di sini.

Selasa, 06 Desember 2011

Kamu Tahu Apa yang Kita Perbincangkan

lalu semua orang menjadi diam ketika kita bicara
membiarkan kita menjadi bebas dan liar untuk bersuara
seakan dunia memang telah menelanjangi dirinya
dan siap untuk disetubuhi dengan umpat-puja
tapi,

terkadang kritik itu perih selebih sayat dengan garam
atau puja itu manis selebih tebu yang ditunggu
orang-orang terantuk, bisa saja begitu
atau geleng-geleng karena bimbang dan ragu

ah, aku yakin:
kamu tahu apa yang kita perbincangkan




Bandung, 6 Desember 2011 | 07.29
A.A. - dalam sebuah inisial

Senin, 05 Desember 2011

Dan

ternyata kehidupan hanyalah sebuah perjalanan yang menyesatkan
kita tak pernah tahu kapan harus pergi, kembali, kapan waktunya
kita tak pernah tahu ke mana harus pergi, kembali, di mana tempat itu
dan tak pernah ada yang tahu, dan tak ada yang mengerti

lantas,
dengan cara tersebut kehidupan hanyalah teka-teki
sebuah misteri dengan tanda tanya yang besar
atau lingkaran amnesti yang tak tahu apa maksudnya




Bandung, 5 Desember 2011 | 18.43
A.A. - dalam sebuah inisial