Minggu, 25 Januari 2009

Akal Budi atau Keseimbangan?

Akal Budi atau Keseimbangan?
Sebuah teori yang dicari jawabannya



Terkait dengan komentar-komentar yang masuk pada post link ini, setidaknya saya hanya ingin mengutarakan pendapat-pendapat saya tentang apa yang ditulis oleh teman - teman saya.

Akal budi yang dilandasi


Mengenai akal budi, semua orang yang berpendidikan tahu bahwa yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lain adalah akal budi. Hanya manusia yang memiliki akal budi. Maka dari itu, mengapa tidak digunakan akal budi itu untuk melakukan sesuatu?

Logika yang seharusnya lebih mendominasi semua hal tentang apa yang kita lakukan. Lalu, apa pengertian logika itu sendiri?

Saya coba mengutip dari Wikipedia.
Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.
Jadi, untuk menjadikan alasan dan landasan tentang semua yang kita lakukan adalah logika alias akal budi. Modal utama manusia dalam bertahan hidup. Kita bukan lagi di dunia khayalan bahwa manusia dapat terbang, atau manusia bisa berdialog dalam air. Semua itu butuh logika.

Keseimbangan yang dilandasi

Keseimbangan dalam versi ini adalah hidup dan mati. Maka semua yang hidup akan berujung pada kematian. Ya, saya percaya hal itu. Bukankah itu hukum yang mutlak dalam menjawab hukum timbal balik bahwa ada sebab maka akan ada akibat?

Jika demikian saya dapat menyimpulkan bahwa hal ini sudah didapati sejak dahulu melalui teori Yin Yang. Di mana dikatakan di sana adalah Yin (feminin, hitam, bersifat pasif) dan Yang (maskulin, terang, bersifat aktif) adalah dua elemen yang saling melengkapi. Setiap kekuatan di alam dianggap memiliki keadaan Yin dan Yang.

Jadi kebenarannya adalah

Semua itu kembali pada diri kita, apakah benar membunuh hewan atau mencabut tanaman adalah semuanya menurut akal budi atau menjadi sebuah keseimbangan. Jika akal budi, maka manusia tak akan makan. Karena semuanya tidak boleh dibunuh untuk dikonsumsi untuk mempertahankan hidup manusia. Dan sebaliknya, jika hal itu adalah keseimbangan, maka hal pembenaran itu dapat dibenarkan oleh manusia melalui sisi-sisi lainnya.

Seperti yang saya katakan dalam blog tersebut bahwa jika manusia telah dibekali oleh Tuhan melalui akal budi, maka membunuh hewan adalah hal yang dibenarkan atau disalahkan adalah kembali pada akal budi dan nurani manusia itu sendiri. Bahwa jika dibenarkan dan menurut manusia adalah hal yang benar membunuh, silahkan teruskan apa yang ada di pikiran dan akal budi manusia tersebut. Karena hal itu dianggap baik. Dan sebaliknya, jika hal itu dianggap buruk, maka hentikanlah.

Mencari sebuah keseimbangan adalah menjadi teori ke-estetika-an yang akan membawa manusia mengenai apakah hal ini baik dan benar atau sebaliknya, apakah hal itu buruk dan salah.

Mungkin setiap agama juga mengajarkan hal-hal yang sama yaitu pelarangan dalam membunuh. Tetapi untuk hal ini, membunuh hewan dan tumbuhan apakah dibenarkan, setidaknya saya katakan benar. Untuk apa? Misalnya, gajah diambil gadingnya untuk dijadikan barang hiasan. Tetapi harus disadari bahwa harus ada keseimbangan ekosistem di dunia ini. Menjadi sebuah landas acuan yang membimbing pada keseimbangan. Bukan pada penentuan bahwa membunuh sesama dibenarkan, tetapi gunakan nalar yang ada pada setiap pribadi lepas pribadi.

Toh, seperti kata seorang pembicara ketika saya ikut seminar bahwa Tuhan tidak melihat caramu mati, melainkan melihat caramu hidup dan memaknainya.

Jadi, kesimpulan dari semua ini adalah gunakan akal budi untuk mencari sebuah keseimbangan yang dibenarkan menurut pribadi lepas pribadi.



Pagi ini
Penghujung Jakarta, 25 Januari 2009
A. Agrippina T.

Tidak ada komentar: