Selasa, 06 September 2011

Bagaimana Kita Memandang Keragaman

Pro Rike Anggraeni,

Bagiku, semua hari adalah sama. Yang berbeda hanyalah kita yang membuat pola-pola yang menjadikannya warna-warni. Seperti halnya kembang di taman, tentu tak semuanya sama. Atau pula sebagaimana kita memandang kehidupan. Silakan tanya kepada sahabat-sahabatmu, apa arti hidup bagi mereka. Tentu jawabannya sangatlah beragam.



Sebuah diskusi

Aku tak memungkiri aku menyukai apa yang disebut diskusi. Aku suka berbicara apa saja, berdebat tentang apa saja. Bagiku, itu hal yang sangat menantang isi otakku dan isi otak lawan bicaraku. Aku sering menggali lebih dalam apa yang dipandang lawan bicaraku dan aku bisa menggila untuk membicarakan apa saja. Termasuk hal yang begitu intim dengan bahasaku sendiri.

Rasanya tak etis kalau aku cuma berbicara tapi aku urung mendengar. Nah, untukku diskusi yang menyenangkan adalah kalau terbuka bila aku boleh berbicara, maka aku harus sudi untuk mendengar. Betapa egoisnya aku bila aku hanya ingin didengar tanpa mau mendengar.


Tentang Kematian dan Kelahiran

Aku dan kamu hanya lahir sebagai manusia, bukan Tuhan. Untuk itu, kita tidak pernah bisa mengetahui atau menghendaki kapan usia ini harus diakhiri. Sebagaimana pula kita tidak pernah meminta untuk dilahirkan, bukan? Sebagaimana aku dan kamu menjalani kehidupan bukan atas kehendak kita sendiri, bukan?

Agak riskan aku berbicara tentang ini.



Tentang Tuhan

Dalam sebuah diskusi panjang tiga jam, aku berbicara lebih banyak tentang tuhan dan Tuhan. Aku tidak tahu bagaimana keningmu saat aku berbicara hal ini. Mengkerut, bisa jadi.

Tuhan itu cuma satu, hanya kita yang berbeda-beda cara menyapa dan menyembah. Agama hanya sebagai motivator. Untukku, menjadi agama apa saja bukanlah masalah. Silakan percaya Tuhan sebagai tuhan yang bagaimana. Toh, kita semua sesungguhnya tak ada yang tahu seperti apa wujud Tuhan? Kita semua hanya percaya di dalam lingkup keagamaan kita ini.



Tentang Menulis

Satu-satunya cara untuk menjadi penulis adalah menulis, tidak ada cara lain dari itu. Tiap kali mereka yang ingin belajar menulis datang kepadaku. Menggelikan. Menulis buku pun aku belum usai sampai kini, tetapi mereka memintaku untuk diajarkan menulis. Maka, mengkerutlah dahiku ini. Bagaimana caranya? Aku sendiri tak tahu.

Mengapa kita tidak sama-sama belajar? Ah, bolehlah mereka menulis karena ingin menjadi penulis. Setidaknya bagiku, menulis menjadi napas dan sering menyambung napasku. Tapi tak kupungkiri juga, aku sering belajar dari tulisan teman-temanku yang belum menerbitkan buku.

Mari, kita beriringan untuk belajar. Untuk menjadi lebih baik dalam merawi aksara.



Tentang Usia yang Bertambah

Usiaku dan usiamu adalah jarak yang terpisah begitu jauh. Tapi keragaman di antara kita terasa lenyap saat diskusi bergulir. Ada benang merah yang didapatkan dari setiap kata yang terucap, dari setiap kalimat yang mengalir, dan dari setiap makna yang teruntai manis.

Dan bagaimana kita memandang ulang tahun? Ini yang belum sempat kita bicarakan.

Aku sering melupakan ulang tahun karibku sendiri, bahkan ulang tahunku. Karena bagiku, semua hari adalah sama untuk dijalani. Usia yang bertambah sepatutnya tidak dibawa dengan kegembiraan, malah sebaliknya. Tugas kita sebagai manusia akan semakin banyak, runyam. Semakin banyak pula tuntutan yang hadir di dalam lingkup kehidupan kita.

Ah, percayalah satu hal ini: aku tidak menyukai ulang tahun.

Tetapi dari ulang tahun itu sendiri, aku menyukainya ketika aku mengucapkan ulang tahun kepada para sahabatku. Seorang pastor belajar dari seorang motivator tentang bagaimana cara mengucapkan ulang tahun itu. Setiap pagi, ia menelpon umatnya yang dikenal dan mengucapkan selamat ulang tahun. Ketika bertemu denganku, ia berkata 'umat melupakan ulang tahun saya, tetapi saya mengingatnya.' Langsung saja kami tertawa.

Tapi usia yang bertambah itu tak perlu dibawa menjadi hal yang sulit. Putar saja rol kehidupan ini dan biarkan ia bermain sebagaimana mestinya. Tak perlu hal yang dikhawatirkan tentang usia dan hidup atau mati itu sendiri. Ia akan berjalan dan bermuara entah ke mana dan kapan. Biarkan itu menjadi misteri agar kita bisa tetap tertawa dan tersenyum memandang kehidupan ini.

Nah, untuk itu... Dirgahayu bagimu. Selamat bertambah usia. Ini kado sederhana yang kuracik bagimu.




Bandung, 6 September 2011 | 07.47
A.A. - dalam sebuah inisial

Tidak ada komentar: