Senin, 02 Februari 2009

Surat yang (Tak) Akan Sampai

Jakarta, 2 Februari 2009

Untuk seseorang yang terlibat kesibukan Ibukota
yang sepatutnya hari ini bergembira


Entahlah ini tulisan ke berapa kalinya yang kutulis ulang. Mulai dari kertas sejak dini hari tadi sampai sekarang, surat ini tak pernah bisa kutulis. Selalu saja ada beberapa kata yang kurasa kurang pas atau tidak benar dalam penempatannya dan isinya. Gundukan kertas telah menumpuk di atas keranjang sampah. Puluhan kali aku menekan tombol backspace. Selalu saja tak ada kata yang pas untuk menggambarkan harimu pada hari ini.

Semakin yakin pula surat yang kutulis ini pada akhirnya tak akan pernah sampai di tanganmu. Mungkin kau sangka aku tak tahu alamat rumahmu? Tak mungkin untuk hal itu. Sampai berapa kali dan berapa lama kau menyikat gigimu saja aku tahu. Mungkin kau sangka aku tak tahu caranya mengirim surat? Aku mampu melipat surat dengan amat rapi ketika aku mengirimkan ratusan naskah dan mencontohkan lipatan laporan penolakan naskahku. Maka ketika kau sangka aku tak bisa mengirim surat, mungkin aku lebih pakar dan piawai mengirim surat.

Ada alasan tersendiri mengapa aku tak mampu mengirim surat ini kepadamu.

Atau pada akhirnya juga kau akan menemukan suratku ini ketika aku tiada. Ketika aku sudah tak ada lagi. Atau ketika teman-temanku bercerita tentang surat yang kutulis khusus untukmu. Atau kau menemukannya dalam arsip catatanku di dunia maya ini. Hanya itu kemungkinannya.

Tak akan mungkin bisa kau menemukan suratku di mesin pencari. Aku sudah mencarinya sendiri. Dan kubuktikan kebenarannya bahwa tak akan pernah surat ini bisa kau baca selain kau membongkar sendiri tulisanku ini.

Aku sudah berjanji pada diriku bahwa surat ini tak boleh jatuh ke tanganmu walau ini dituju untukmu.

Jutaan gelak tawa yang kudengar dari kisah kita. Jutaan air mata yang mengalir dari pipi kita. Selalu saja kurasa kurang semua hal itu. Kurang banyakkah kisah yang kita jalani bersama? Ya, aku tak pernah merasa cukup dengan hari-hari kita yang masih melewati 5.000 hari. Aku mau jutaan hari yang bisa kita lewati. Mungkin bisa saja masih kurasa kurang untuk semua itu.

Atau mungkin aku lebih mencintai alam dibanding dirimu dan semua yang selalu pagi hari kulihat. Kau mencariku. Kau menghubungi telepon selularku. Kau mengirimkan pesan singkatmu. Kau... kau... kau lainnya.

Ada banyak cerita yang kita baca. Ada banyak melodi yang kita dengar. Ada banyak klise yang kita lihat. Semua itu tak mampu untuk menggambarkan hari-hari kebersamaan kita.

Apakah aku kurang puas menaklukkan seluruh Pulau Jawa bersamamu? Bahkan kita telah melewati daratan Pulau Dewata selama 3 minggu. Apakah aku tidak puas menaklukkan Sumatera Selatan sampai ke ujung-ujungnya? Tidak akan puas.

Mengapa aku ada? Karena aku diutus untukmu. Mengapa sukacita yang ingin kuhadirkan? Karena aku ingin melihatmu selalu bahagia. Mengapa air mata yang selalu kuhapus? Karena air matamu terlalu berharga untuk menangisi semua hal yang seharusnya tak membuatmu menangis.

Apa alasanku menuliskan surat ini untukmu? Jawabannya sederhana.

Karena hari ini adalah momentum spesialmu. Sebuah harimu yang membahagiakan.

Dua minggu aku mencoba mengatakan tiga kata untukmu. Selalu saja sulit. Aku coba berbagai macam cara. Aku memikirkan teknik yang baik dalam mengucapkan pola kataku yang amat sederhana untukmu.

Kucari apa yang cocok benda yang cocok untuk mendampingiku untuk mengucapkan tiga kata itu di hadapanmu. Tetap saja tak bisa yang kurasa tepat. Semua selalu saja salah. Pasti ada yang tak pantas. Walau sudah kukatakan dan kuyakini di dunia ini adalah hanya ketidaksempurnaan itu yang paling sempurna. Tetapi entah mengapa masih saja kuyakini bahwa masih ada yang cocok untukmu.

Benar kata Dewi Lestari, bahwa mengucapkan tiga kata itu butuh perjuangan. Kata yang amat sederhana. Kata yang semua orang tahu. Kata yang semua orang mengerti artinya.

"Selamat ulang tahun..."
Tiga kata yang selalu aku usahakan untuk mengucapkannya dan mencari pendampingnya. Dan sampai saatnya hari ini tiba, aku belum menemukan pendamping tiga kata itu. Mungkin esok atau lusa atau lain hari aku akan menemukannya.

Mungkin kau sudah tahu mengapa surat ini tak akan pernah sampai ke tanganmu. Mungkin aku malu pada diriku sendiri mengapa mengucapkan hal itu saja sulit sekali. Atau mungkin sampai saat ini aku belum menemukan kado yang pas untukmu.

Mungkin surat ini akan kau baca ketika aku sedang berlari dari tiada kepada tiada. Dan aku yang akan berbahagia dalam sebuah kata, "ketiadaan".

Dan kuyakini suatu hari nanti, kita akan berkisah lebih banyak lagi. Lebih banyak.




Dari yang mengasihimu dari lubuk terdalam...

A. Ag. T. - dalam sebuah inisial





Tulisan ini khusus kutunjukkan kepada yang berulang tahun pada hari ini. Siapalah dia... Hanya aku yang tahu. Selamat ulang tahun! Dan aku yakin surat ini masih lama terbaca olehmu...


Mundurlah, wahai Waktu
Ada "Selamat ulang tahun"
Yang tertahan tuk kuucapkan
Yang harusnya tiba tepat waktunya
Dan rasa cinta yang s'lalu membara
Untuk dia yang terjaga
Menantiku


Tidak ada komentar: