Catatan perjalanan dari Live in Cikembar - 2009
"Petualang merasa sunyi / Sendiri di hitam hari / Petualang jatuh terkapar / Namun semangatnya masih berkobar" - Sang Petualang - Iwan Fals
Inilah alasan mengapa blog ini sempat dinonaktifkan selama tiga hari. Ya, karena satpam blog ini sedang menunaikan petualangan lagi ke tempat-tempat yang memang sudah direncanakan akan disinggahi dalam tahun ini. Dari yang biasanya saya setiap hari akan menyambangi untuk meninggalkan jejak atau sekedar singgah di blog kawan untuk membaca ketikannya. Tetapi selama tiga hari penuh, saya mengemasi tas saya dan siap untuk berangkat ke Cikembar, sebuah kecamatan yang benar-benar teresensi dengan perbukitan dan laut di pesisir selatannya.
Di hari pertama saya menjejaki Cikembar, saya dan kawan-kawan seperjalanan menuju ke sebuah gereja di Cikembar, Gereja Kristen Pasundan. Gereja ini sudah berdiri 123 tahun sejak Agustus 1886. Bangunannya tetap seperti bangunan tua. Gereja ini dapat memuat sekitar 200 orang untuk sekali kebaktian. Arsitekturnya hanya direnovasi jika langit-langit gereja bocor atau cat tembok mulai terkelupas. Lonceng gereja di sebelah pintu masuk adalah saksinya jika gereja ini sudah berdiri seratus tahun. Lonceng itu merupakan lonceng pendirian Pemerintah Belanda untuk gereja ini.
Kami tak berlama-lama di gereja ini. Sekedar singgah untuk makan dan bisa jadi akan menjadi basecamp kami ketika kami akan berpencar dan bersosialisasi dengan kelompok sekitar. Bersatu sejenak dengan mereka adalah sebuah pelayanan, begitu kata seorang kawan yang beserta dalam perjalanan ini.
Jangan harap dapat menemukan hotel! Di sini sangatlah jauh dari jangkauan hotel sebelum berjalan dengan bus atau angkutan kota di Pelabuhan Ratu selama dua jam. Mereka tinggal seadanya saja dengan apa yang mereka miliki. Satu yang unik, nyaris setiap rumah memiliki saluran televisi parabola. Di tengah kekurangan mereka, mereka bisa menyaksikan siaran televisi luar negeri. Alasannya satu. Karena itulah siaran yang harus ditangkap hanya bisa dengan parabola bukan dengan antena.
Saya dan kawan seperjalanan saya, Astrid, diantar ke rumah seorang penduduk. Dari gereja tadi ke dalam kampung tersebut kita harus berjalan sekitar 1,5 kilometer. Kalau saya berjalan kaki akan memakan waktu sekitar 45 menit. Naik ojek atau dengan angkutan kota selama 10 menit. Tetapi masyarakat setempat lebih memilih berjalan kaki dengan menembus ladang persawahan dan pepohonan pisang. Jalan beraspal baru ada sekitar tiga tahun lalu dan listrikpun belum begitu lama masuk ke dalam kampung ini.
Benar-benar jauh dari kota. Sangatlah jauh dari asap bus yang merongrong seperti di Jakarta. Perjalanan ini masih akan terus berlanjut.
25 Juni 2009 | 8.37
1 komentar:
Ve dirimu dah pernah ke tanjung lesung lum?
itu tempat diriku bagus juga tuh bwt foto-foto bisa liat sun set lho pantainya masih asli.
Posting Komentar