Halaman ini memang dikhususkan untuk Astrid Camilla sepenuhnya atas jawaban dari pertanyaan yang diajukannya di YM
Sepertinya jawabanku melalui YM tadi, tak dapat memuaskan aku sendiri. Aku masih kecewa dengan jawabaku sendiri. (Duh! Jawabannya mungkin tak nyaman ketika aku menulisnya langsung di YM) Maka lebih baik kujadikan saja sebuah halaman yang memang kudedikasikan kepadamu. Apa susahnya menjawab pertanyaanmu? Mungkin karena YM bukanlah wadah yang dapat menempatkan aku untuk menjawab pertanyaanmu.
Sejujurnya, aku sendiri sontak kaget membaca pertanyaan seorang kawan di YM tadi. Bisa-bisanya dia bertanya kepadaku tentang hal itu. Aku juga belum mengenalnya lama. Hei... Kita butuh sesuatu lebih lama untuk menjadi diri kita sendiri. Katakanlah apa adanya, jangan dipendam!
Kawan, sejatinya kukatakan kepadamu, menjadi orang baik itu memang mudah. Tetapi ada yang lebih mudah lagi daripada menjadi orang baik, menjadi orang jahat. Nah, adakah orang yang ingin menjadi orang jahat? Kukatakan tak ada selain karena terpaksa. Kita punya kebutuhan masing-masing dan kita pula saling membutuhkan masing-masing. Tetapi itu semua kembali lagi tergantung intensitas kebutuhan, sejauh mana kita membutuhkan kawan kita dan sebagai apa kita membutuhkannya.
Untuk pertanyaan dirimu, mengapa ketika kita ingin menjadi baik ternyata sekitar kita jahat?, inilah jawabannya.
Terkadang kita terlalu merespon lingkungan kita secara terlalu berlebihan. Dan hal yang berlebihan itu yang dapat mengoyakkan hati kita sendiri sebenarnya. Seperti air, kalau sedikit, bisa kita manfaatkan, kalau sudah melimpah ruah, banjir harus kita alami. Sebenarnya itu juga kembali kepada diri kita. Respon yang jahat biarlah kita balas dengan kebaikan. Apa salahnya toh? Katanya supaya ada bekal masuk surga. Hehehe...
Tak ada salahnya ketika dalam situasi seperti ini kita butuh intropeksi diri. Itu sebagai meditasi pribadi yang tak pernah diketahui oleh orang banyak. Belajar dari pengalaman juga diperlukan. Soal memanfaatkan teman semacam itu, kuncinya adalah perelaan. Tiada jawaban yang lebih baik -menurutku- daripada perelaan itu sendiri. Toh, kalau seorang ibu yang ingin melahirkan anaknya tidak rela ketika rahimnya dilewati oleh sang anak, ibunya juga akan meninggal, bukan? Nah, kawan, seperti itulah jawabanku kepadamu. Relakan saja apa yang sudah kita berikan lagipula masih banyak sesuatu yang lebih yang dapat kita lakukan.
Halaman ini kuakhiri saja. Daripada kau pusing sendiri dengan jawabanku yang lebih panjang daripada pertanyaanmu.
Jakarta, 5 Juni 2009 | 4.24
Sahabatmu selalu,
A.A.
Sepertinya jawabanku melalui YM tadi, tak dapat memuaskan aku sendiri. Aku masih kecewa dengan jawabaku sendiri. (Duh! Jawabannya mungkin tak nyaman ketika aku menulisnya langsung di YM) Maka lebih baik kujadikan saja sebuah halaman yang memang kudedikasikan kepadamu. Apa susahnya menjawab pertanyaanmu? Mungkin karena YM bukanlah wadah yang dapat menempatkan aku untuk menjawab pertanyaanmu.
Sejujurnya, aku sendiri sontak kaget membaca pertanyaan seorang kawan di YM tadi. Bisa-bisanya dia bertanya kepadaku tentang hal itu. Aku juga belum mengenalnya lama. Hei... Kita butuh sesuatu lebih lama untuk menjadi diri kita sendiri. Katakanlah apa adanya, jangan dipendam!
Kawan, sejatinya kukatakan kepadamu, menjadi orang baik itu memang mudah. Tetapi ada yang lebih mudah lagi daripada menjadi orang baik, menjadi orang jahat. Nah, adakah orang yang ingin menjadi orang jahat? Kukatakan tak ada selain karena terpaksa. Kita punya kebutuhan masing-masing dan kita pula saling membutuhkan masing-masing. Tetapi itu semua kembali lagi tergantung intensitas kebutuhan, sejauh mana kita membutuhkan kawan kita dan sebagai apa kita membutuhkannya.
Untuk pertanyaan dirimu, mengapa ketika kita ingin menjadi baik ternyata sekitar kita jahat?, inilah jawabannya.
Terkadang kita terlalu merespon lingkungan kita secara terlalu berlebihan. Dan hal yang berlebihan itu yang dapat mengoyakkan hati kita sendiri sebenarnya. Seperti air, kalau sedikit, bisa kita manfaatkan, kalau sudah melimpah ruah, banjir harus kita alami. Sebenarnya itu juga kembali kepada diri kita. Respon yang jahat biarlah kita balas dengan kebaikan. Apa salahnya toh? Katanya supaya ada bekal masuk surga. Hehehe...
Tak ada salahnya ketika dalam situasi seperti ini kita butuh intropeksi diri. Itu sebagai meditasi pribadi yang tak pernah diketahui oleh orang banyak. Belajar dari pengalaman juga diperlukan. Soal memanfaatkan teman semacam itu, kuncinya adalah perelaan. Tiada jawaban yang lebih baik -menurutku- daripada perelaan itu sendiri. Toh, kalau seorang ibu yang ingin melahirkan anaknya tidak rela ketika rahimnya dilewati oleh sang anak, ibunya juga akan meninggal, bukan? Nah, kawan, seperti itulah jawabanku kepadamu. Relakan saja apa yang sudah kita berikan lagipula masih banyak sesuatu yang lebih yang dapat kita lakukan.
Halaman ini kuakhiri saja. Daripada kau pusing sendiri dengan jawabanku yang lebih panjang daripada pertanyaanmu.
Jakarta, 5 Juni 2009 | 4.24
Sahabatmu selalu,
A.A.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar