Minggu, 15 November 2009

Setetes Air

Bapak enggak memakannya. Sakit memaksanya hanya dapat menerima asupan konsumsi lewat selang yang begitu lambat mengalir untuk masuk ke dalam tubuhnya. Aku tetap setia menunggunya. Walaupun dokter sudah mengetok palu, memberikan vonis kepadanya, tak akan lama lagi waktunya, aku tetap menantinya.

"Aku haus..."

Aku tidak diperbolehkan memberikannya minum. Paru-parunya sudah begitu basah. Dokter mengatakan cukuplah suplai dari infus saja yang hanya boleh masuk ke dalam tubuhnya. Zat kimia sudah begitu banyak menumpuk di dalam tubuhnya. Setiap jam, setiap menit, perawat dan tim medis lainnya hilir mudik. Entah mereka mengukur tensi dan suhu tubuh bapak, memeriksa infus, mengganti botol infus, memberikan suntikan, dan lainnya.

Bau obat ini cukup mengenyangkanku. Aku tak bisa makan. Perutku serasa penuh.

Bapak mencengkram tanganku, namun tidaklah keras. Aku tahu apa yang dikehendakinya. Air. Aku tetap berpura-pura mengacuhkannya. Ini demi kesembuhanmu, Pak...

Namun, bukannya bapak menyerah dan membiarkanku tetap pada pendirianku, bapak malah melambai-lambaikan tangannya ke dekat meja di mana gelas berisi air penuh diletakkan. Ia hampir menggapainya, namun gelas itu pecah.

"Praaaang...."

Aku hanya tercengang menatapnya. Bapak menjatuhkan tangannya lunglai. Perlahan ia menangis. Benar-benar air matanya jatuh. Aku berusaha mengembalikan posisi tidurnya sambil merayunya.

"Pak, paru-paru bapak sudah terlalu basah..."
"Aku hanya ingin minum. Aku haus."
"Tapi ini demi kesembuhan bapak."
"Aku akan mati, aku tahu. Aku tak akan sembuh."

Ketika ia mengatakan itu, pecahlah air mataku. Membelah pipiku sendiri.

"Bapak, jangan bicara seperti itu!"
"Berikan aku minum, setetes saja. Aku tak akan meminta lagi."

Aku meminta gelas baru dan menuangkan air untuknya. Sesuai dengan kesepakatan: setetes air. Kujatuhkan setetes ke dalam mulutnya. Bibirnya begitu kering.

"Tiba saatnya..."

Bapak tertidur, lelap... Lelap sekali. Dan tak pernah bangun lagi untuk meminta setetes air.




Jakarta, 15 November 2009 | 11.42
Terngiang menjagamu di kamar beku itu

Tidak ada komentar: