Minggu, 09 November 2008

Menjadi "Tuhan" Atas Manusia Lain

Yang perlu diketahui adalah tulisan ini hanyalah sekedar tulisan refleksi, bukan untuk mendukung ataupun menolak hukuman mati.

Pagi ini, ketika menjalani rutinitas saya ketika hari libur -menyalakan komputer dan mulai berjalan - jalan di dunia maya-, saya tertarik dengan satu tulisan singkat yang ada di inbox Multiply saya. Cukup singkat. Tentang kematian Amrozi dan kawan - kawan. Begitulah kurang lebih isinya yang saya tangkap. Kemudian secara iseng, saya mulai mencari kebenaran atas berita itu. Saya gali lebih informatif, ternyata hasilnya sama saja, saya mendapatkan isinya sama saja, Amrozi dkk telah dihukum mati.

Pertentangan hukuman mati di Indonesia sebenarnya telah ada sejak hukuman mati dan penjadwalan hukuman mati untuk Fabianus Tibo (Kasus Poso) -yang menurut penilaian saya- ditentukan secara tergesa-gesa. Ada mereka yang menyatakan boleh hukuman mati diberlakukan, tetapi menurut agama ataupun hal - hal lainnya, tidak dibenarkan hukuman mati diberlakukan.

Saya tidak membahas tentang pertentangan hukuman mati atau hal apapun. Seperti judul di atas, itulah yang akan saya bahas hari ini. Sebuah metafora pagi yang saya terima. Entah itu adalah sebuah kebenaran ataupun hanyalah sebuah tipuan belaka untuk mengelabui rakyat. Lebih tepatnya untuk membuat rakyat senang ataupun bangga ataupun hal - hal lainnya yang sebenarnya ingin dirasakan.

Hukuman mati. Mengapa bisa hukuman mati diterapkan? Pada awalnya hukuman mati diciptakan untuk membuat efek jera bagi pembunuhan. Benarkah? Saya rasa salah. Toh, kalo seseorang telah dihukum mati, siapa lagi yang akan jera? Ada juga keluarganya yang meraung - raung sedih. Maka hukuman mati adalah bukanlah menjadi sebuah hukuman melainkan menimbulkan tindak pidana lainnya.

Ada beberapa macam hukuman mati (hukuman mati? Kata - kata yang salah, mengapa tidak menggunakan mencabut nyawa tersangka saja?) yang diberlakukan di seluruh dunia. Menurut Wikipedia, ada 6 macam hukuman mati. Pancung kepala, sengatan listrik, gantung, suntik mati, tembak, dan rajam. Dan katanya, hukuman suntik matilah yang pantas untuk menggantikan semuanya karena hukuman lainnya adalah hukuman yang tidak berkeprimanusiaan. Sejenak saya berpikir, berkeprimanusiaan? Benarkah? Apakah membunuh orang dengan menyuntik mati itu dianggap berkeprimanusiaan? Saya pikir sama saja. Membunuh orang dengan cara apapun tetaplah sesuatu yang tidak berkeprimanusiaan.

Saya ingin tahu, menurut anda, membunuh seseorang itu tindakan menghukum mati untuk seseorang bukan? Misalnya saja, si A dendam pada si B karena si B telah menipu si A. Lalu si A membunuh si B. Termasuk hukuman mati bukan?

Judul tulisan saya hari ini, menjadi TUHAN atas manusia lain apa sangkut pautnya dengan hukuman mati? Menurut orang banyak (dan teori yang ditetapkan oleh orang yang lebih dewasa ketika saya kecil), yang berhak menentukan mati adalah TUHAN. Tuhan yang berhak memberikan nyawa dan mencabut nyawa seseorang.

Namun bagaimana dengan hukuman mati? Dalam pikiran saya, hal itu adalah seseorang manusia telah menjadi TUHAN atas manusia lainnya. Mereka yang menentukan jadwal kematian seseorang. Apapun alasan mereka untuk menetapkan seseorang harus dihukum mati. Mulai dari hukum atau seseorang itu memang harus mati karena kalo dia tetap hidup, teruslah dunia akan dihancurkannya sampai memang takdirnya harus mati demikian adanya.

Menjadi TUHAN atas manusia lain. Acap kali kita tak pernah berpikir, dengan mengeksekusi nyawa seseorang, kitapun telah menyamakan diri kita dengan TUHAN secara tidak langsung. Dan Indonesia telah menjadi TUHAN atas rakyat mereka yang ditetapkan hukuman mati.

Di Indonesia, sebenarnya sudah ditetapkan tidak boleh diberlakukannya hukuman mati untuk seseorang. Tercantum dalam UUD 1945 pada pasal 28A

Setiap orang berhak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Artinya mereka yang menentukan hukuman mati telah melanggar UUD 1945 pasal 28A dan telah menjadi TUHAN atas manusia lainnya.

Jadi, bagaimana dengan ketetapan hukuman mati? Terus dijalanikah? Atau hari ini untuk yang terakhir? Itu semua tergantung kebijakan hukum atau biarkan TUHAN yang SEBENARNYA yang menentukan kematian.


>>>> Catatan pagi ini...
>>>>> 9 November 2008 -08.49
>>>>>>Aveline Agrippina Tando

***

Tulisan ini tercantum di sini

Tidak ada komentar: